Senin, 16 Sept 2002
Menyaksikan Luluk Purwanto Goyang Publik Jaz Amerika (Bag-1):


Bagai Penari yang Menghipnotis

Di Indonesia, siapa tidak kenal pemusik biola Luluk Purwanto. Musikus jaz yang beberapa tahun terakhir banyak berdiam di luar Indonesia itu kini melirik publik Amerika Serikat (AS). Bersama The Helsdingen Trio pimpinan René van Helsdingen (suami Luluk), dia tengah tur maraton jaz di atas bus panggung (stage bus). Bagaimana Luluk merebut perhatian publik AS yang notabene embahnya jaz? Nekat?

Ramadhan Pohan, Washington DC

Ini kali pertama Luluk Purwanto dan The Helsdingen Trio menguji diri di depan publik jaz AS. Tur 24 negara bagian (states) di 42 kampus seantero Negeri Paman Sam itu dimulai 24 Juni, persis hari kelahiran Luluk di Solo pada 1959 silam.

The Helsdingen terdiri atas Luluk (biola dan suara), René van Helsdingen (piano), Essiet Okon Essiet (bas), dan Marcello Pellitteri (drum). Dua nama terakhir adalah kulit hitam Amerika dan Amerika keturunan Italia. Suami Luluk, René, mengusung kultur Belanda. Karena itu, tur Luluk dan trio itu menasbihkan diri sebagai Indonesian-American-Dutch Cross Cultural Promotion Tour.

Bus panggung bertulisan luluk.com (pernah dilakukan di Indonesia) membawa musisi jaz ini menjelajah kota-kota AS. Tur dimulai di Wesleyan University Middletown, Connecticut, dan Yale University.

Mereka lalu menyusuri Vassar College di Poughkeepsie, New York, Cornell University di Itacha, George School di Philadelphia, Portland State University di Oregon, University of Washington di Seattle, University of North Carolina di Chapel Hill. Tur berlanjut ke Valdosta State University di Georgia, Florida State University di Tallahassee, University of Virginia di Charlotsville, dan University of New Hamphire di Durham. Dan, itu baru sebagian.

Selama menyisir kota-kota tadi, Luluk dan Trio Helsdingen sekaligus mempromosikan CD terbaru mereka, Born Free. Tapi, menurut pengamatan Jawa Pos, mereka tidak begitu agresif menjajakan CD ini. Biasanya, setelah pentas, kalau ada publik jaz mendatangi Luluk cs untuk menanyakan CD, René yang melayani. Itu dilakukan publik seraya minta tanda tangan, wawancara, atau foto bareng Luluk cs.

Rata-rata, sekali manggung, Luluk cs menghabiskan waktu 2,5-3 jam. Di George Washington University dan KBRI Washington, misalnya, Luluk cs manggung dua setengah jam. "Yah, pokoknya sampai benar-benar capek lah, he…he..he," kata Luluk kepada Jawa Pos yang menemuinya di bus panggung sebelum pentas dimulai.

Luluk sekarang nyaris tak beda dengan Luluk dulu, sebut saja pertengahan 1980-an. Iamasih suka bercanda, sekenanya, rileks, murah senyum, dan tertawa lepas. Tak peduli lawan bicaranya serius, ia tetap menyelipkan gurauan.

Di atas panggung, saat memainkan biola, ekspresi Luluk tampak kaya, lentur, dan membetot perhatian penonton. Itu terlihat saat mereka memainkan Kelingan (Remember), Lir-Ilir, dan karya-karya lain yang termuat dalam CD Born Free.

Luluk memang banyak memberi warna, inspirasi, dan karakter bagi trio tersebut. Selain kepiawaian dan improvisasi aransemen jaz yang mereka tampilkan, aksi panggung Luluk menambah kekuatan grup. Sambil menggesek biola, Luluk kadang seperti penari Jawa yang gemulai, anggun, mendesah, mendayu-dayu, dan melankolis. Di bagian lain, ia bisa seperti seniman Bali atau Sumatera. Bunyi biolanya bagai jeritan galak, dinamis, dan merangsek cepat.

Publik jaz Amerika, tampaknya, menikmati permainan plus aksi panggung Luluk. Aplaus berkali-kali diberikan. Biola Luluk sungguh menyampaikan ekspresi seni yang halus, harmonis, penuh kontemplasi, dan subtil.

Sesekali, biola Luluk berdialog dengan bas Essiet atau drum dan perkusinya Marcello. Saat biola itu bertegur sapa dengan piano René, publik seperti melihat komunikasi suami-istri yang mesra, jenaka, dan penuh pengertian.

Musik yang mereka bawakan juga terkesan demokratis. Tak ada pertarungan hegemoni di antara para pemain. Improvisasi mendapat tempat dan dihargai. Dan, putri pasangan Julian Purwanto-Aysha Gani itu mampu memperlihatkannya dengan wajar dan terhormat di depan publik jaz Amerika. Tak tampak pula kesan fanatik. Ini sejalan dengan pakem Luluk dan Trio Helsdingen, yakni Has no cultural, religious, or national boundaries.

Respons publik atas permainan Luluk cs sejauh ini terjaga baik. Penulis jaz, kuli tinta bule, dan media massa Washington DC yang menyaksikan tampak puas. Ketika usai manggung, semua pertanyaan pers, baik Amerika maupun Indonesia diladeninya dengan kalimat yang tidak muluk-muluk.

Luluk termasuk sosok seniman yang tidak rewel. Ia sempat pula memenuhi kalimat promosi yang diminta Ian Hernanto dari Nusantara TV -program TV Indonesia pertama yang baru muncul di Virginia. "Saya salut dan bangga kita memiliki artis seperti Luluk. Dia berhasil mempromosikan Indonesia di Amerika," ujar Irma Pane, penyanyi pop Jakarta yang kini bermukim di Washington DC.

Luluk juga mengaku puas terhadap tanggapan publik jaz Amerika. Sampai pertunjukan