|

Selasa, 10 Sept 2002
Menyaksikan Luluk Purwanto Goyang Publik Jaz Amerika
(Bag-1):
Bagai Penari yang
Menghipnotis
Di Indonesia, siapa tidak kenal pemusik
biola Luluk Purwanto. Musikus jaz yang beberapa tahun terakhir
banyak berdiam di luar Indonesia itu kini melirik publik
Amerika Serikat (AS). Bersama The Helsdingen Trio pimpinan
René van Helsdingen (suami Luluk), dia tengah menggelar tur
maraton jaz-nya di atas bus panggung (stage bus). Bagaimana
Luluk merebut perhatian publik AS yang notabene embahnya jaz
dunia? Nekat?
Ramadhan Pohan, Washington
DC
Inilah kali pertama Luluk Purwanto bersama The
Helsdingen Trio menguji diri di depan publik jaz AS. Tur 24
negara bagian (states) di 42 kampus seantero Negeri Paman Sam
itu dimulai tiga bulan lalu. Tur dimulai pada 24 Juni, persis
hari kelahiran Luluk di Solo pada 1959. Formasi The Helsdingen
terdiri atas Luluk (biola dan suara), René van Helsdingen
(piano), Essiet Okon Essiet (bas), dan Marcello Pellitteri
(drum).
Dua yang terakhir itu adalah kulit hitam
Amerika dan Amerika keturunan Italia. Sedangkan suami Luluk,
René, mengusung kultur Belanda. Karena itu, tur Luluk dan trio
itu menasbihkan diri sebagai Indonesian-American-Dutch Cross
Cultural Promotion Tour.
Bus panggung bertulisan
luluk.com (pernah dilakukan di Indonesia) itu membawa musisi
jaz tersebut menjelajah kota-kota AS. Tur dimulai di Wesleyan
University Middletown, Connecticut, dan Yale
University.
Mereka lalu menyusuri Vassar College di
Poughkeepsie, New York, Cornell University di Itacha, George
School di Philadelphia, Portland State University di Oregon,
University of Washington di Seattle, University of North
Carolina di Chapel Hill, Valdosta State University di Georgia,
Florida State University di Tallahassee, University of
Virginia di Charlotsville, dan University of New Hamphire di
Durham.
Itu menyebut sebagian dari kampus, kota, dan
states yang publik jaz-nya dikunjungi Luluk dkk.
Selama
menyisir kota-kota di AS itu, Luluk dan Trio Helsdingen
sekaligus mempromosikan CD terbaru mereka, Born Free. Tapi,
menurut pengamatan Jawa Pos, musisi tersebut tidak begitu
agresif menjajakan CD tersebut.
Biasanya, setelah
pentas, publik jaz mendatangi Luluk cs untuk menanyakan CD
mereka. Setelah itu, René-lah yang yang sibuk melayani
permintaan fans itu. Itu dilakukan publik seraya minta tanda
tangan, wawancara, dan foto bareng dengan Luluk
cs.
Rata-rata, sekali manggung, Luluk cs menghabiskan
waktu dua setengah jam hingga tiga jam. Misalnya, ketika
bermain di George Washington University dan kemudian di KBRI
Washington, Luluk cs manggung dua setengah jam.
"Yah,
pokoknya sampai benar-benar capek lah, he…he..he," kata Luluk
kepada Jawa Pos yang mendekatinya ke atas bus panggung sebelum
pentas dimulai.
Luluk yang sekarang dengan Luluk yang
dulu, sebut saja pada pertengahan dekade 1980, nyaris tidak
banyak berubah. Dia masih suka bercanda, sekenanya, rileks,
murah senyum, dan tertawa lepas. Tidak peduli lawan bicaranya
serius banget, Luluk tetap doyan menyelipkan gurauan. Tidak
peduli lawan bicaranya itu orang hitam, bule, atau siapa saja.
Tapi, jangan silap. Itu hanya terjadi jika dia tidak
sedang mentas. Ketika sudah di atas panggung, publik Amerika
bisa melihat warna asli dan karakter kesenimanan Luluk. Di
atas panggung, saat memainkan biolanya, ekspresi Luluk sangat
kaya, lentur, dan mampu membetot perhatian penonton. Itu
terlihat saat mereka memainkan Kelingan (Remember), Lir-Ilir,
dan karya-karya lain yang termuat dalam CD Born Free.
Luluk memang banyak memberi warna, inspirasi, dan
karakter bagi trio tersebut. Di samping kepiawaian dan
kompleksitas improvisasi aransemen jaz yang mereka tampilkan,
aksi panggung Luluk juga menambah kekuatan grup tersebut.
Sambil menggesek biolanya, Luluk kadang terlihat seperti
penari Jawa yang gemulai, anggun, mendesah, mendayu-dayu, dan
melankolis.
Pada bagian lain, Luluk bisa seperti
seniman Bali atau Sumatera. Bunyi biolanya bagai jeritan bebas
yang berteriak galak, dinamis, dan merangsek
cepat-cepat.
Publik jaz Amerika, tampaknya, cukup
menikmati permainan kelompok musik itu plus aksi panggung
Luluk. Aplaus berkali-kali diberikan, bahkan saat lagu yang
dibawakan belum berakhir. Biola Luluk sungguh-sungguh
menyampaikan ekspresi seni yang sangat halus, harmonis, penuh
kontemplasi, dan amat subtil.
Sesekali, biola Luluk
berdialog dengan bas-nya Essiet atau drum dan perkusinya
Marcello. Komunikasi mereka terdengar lancar sekali.
Lebih-lebih, ketika biola itu bertegur sapa dengan pianonya
René, publik seperti melihat komunikasi suami-istri yang
mesra, jenaka, dan saling pengertian.
Musik yang mereka
bawakan sangat demokratis. Tidak ada pertarungan hegemoni di
antara para pemain itu di atas panggung. Jaz memang medium
yang pas untuk berkomunikasi. Improvisasi mendapat tempat dan
bahkan sangat dihargai. Indonesia pun sangat beruntung. Sebab,
putri pasangan Julian Purwanto-Aysha Gani itu mampu
melakukannya secara wajar dan terhormat di depan publik jaz
Amerika.
Kendati begitu, tetap tak ada kesan fanatik.
Apakah itu bersumber dari suku, agama, maupun batas-batas
nasional. Barangkali, ini sejalan dengan pakem Luluk dan Trio
Helsdingen sendiri yang Has no cultural, religious, or
national boundaries.
Respons publik yang menonton
permainan Luluk cs sejauh ini tetap terjaga baik. Penulis jaz,
kuli tinta bule, dan media massa Washington DC yang hadir
menyaksikan Luluk tampak puas. Ketika usai manggung, semua
pertanyaan pers, baik Amerika maupun Indonesia diladeninya
dengan kalimat yang tidak muluk-muluk.
Luluk termasuk
sosok seniman yang tidak rewel. Luluk sempat pula memenuhi
kalimat promosi yang diminta Ian Hernanto dari Nusantara TV
-program TV Indonesia pertama yang baru muncul di
Virginia.
"Saya salut dan bangga bahwa kita memiliki
artis seperti Luluk. Dia berhasil mempromosikan Indonesia di
Amerika yang besar ini," ujar Irma Pane, penyanyi pop Jakarta
yang kini bermukim di Washington DC.
Luluk sendiri
sejauh ini sangat puas terhadap tanggapan dan penerimaan
publik jaz Amerika. Minimum sampai pertunjukannya terakhir di
Kampus George Washington University dan KBRI Washington DC,
publik jaz, baik yang diundang maupun yang datang sendiri,
merasa puas dengan permainan Luluk cs.
"Respons publik
very nice. Kalau senang, mereka bilang dan menunjukkannya
secara langsung," ungkap Luluk sambil menebar senyum.
(bersambung). |
|