back

main

next

 


logo SUARA MERDEKA
Line
Minggu, 30 Mei 2004 BUDAYA
Line

Festival Ala Carte Singgah di Semarang

SEMARANG-Tiga tahun lalu JakArt hanya dikenal di Jakarta. Mulai tahun ini panitia JakArt melakukan tur keliling ke Jawa-Bali. Kali pertama pula rombongan seniman itu singgah di Kota Semarang.

Bersama Yayasan LengkongCilik, mulai Sabtu-Minggu (29-30/5) panitia menggelar berbagai pertunjukan kesenian secara serempak di beberapa tempat. Paduan antara kesenian dari dalam dan luar negeri, kali ini disuguhkan secara gratis untuk warga Kota Semarang.

Pameran foto, lukisan abstrak, dan pertunjukan teater boleh dibilang mengawali pertunjukan keliling JakArt ke Jawa-Bali kali ini. Berikutnya pertunjukan musik, film, dan tari mengisi beberapa tempat secara bersamaan. Musisi jazz seperti Walter Lampee, Luluk Purwanto dan Rene Van Helsdigen, serta Olga Reina Adiani, Sabtu (29/5) pukul 19.00 WIB menyemarakkan halaman Undip dengan alunan musik jazz. Hanya berselang tiga puluh menit kemudian, The Music of Trisutji Kamal menjejakkan alunan musik klasik di Kelenteng Sei Ong, Jalan Sebandaran.

Untuk membumikan nuansa Indonesia, sebuah tarian khas Cirebon, Tari Topeng Kelana dipentaskan di Joglo Sanggar Seni Paramesthi, Jalan Kelud Raya. Begitu pula dengan Talago Buni, satu dari sekian musik kontemporer Minangkabau dikenalkan kepada komunitas Jawa Tengah.

"Masyarakat yang biasa berinteraksi di kampus, rumah ibadah, atau perkampungan selama ini cukup apresiatif terhadap beragam kesenian," tutur Drs Mulyo Hadi Purnomo, Koordinator Pelaksana 'Festival Ala Carte' di Semarang.

Boleh dikata, festival keliling JakArt itu menjadi awal untuk mengenalkan warna kesenian lain yang berbeda dari yang selama ini ditawarkan media massa. Jika selama ini masyarakat hanya mengenal seni sebatas layar tancap dan dangdut, Festival Ala Carte dapat menjadi alternatif lain.

"Setidaknya JakArt bisa menjadi tontonan lain bagi masyarakat, dan memberikan sesuatu yang baru," tutur Ari Suteja, salah satu penggagas JakArt. Sebab seringkali kesenian tertentu macam musik klasik terasa asing di telinga masyarakat awam. "Tak kenal maka tak sayang," begitu kata Ari.

"Kesenian itu dianggap asing, karena jarang disentuh dan dikenalkan. Karenanya, kami datang menghampiri masyarakat untuk mengenalkan," tutur seniman itu. (nik-64)


Berita Utama | Bincang - Bincang | Semarang | Karikatur | Olahraga
Liputan Pemilu | Cybernews | Berita Kemarin

Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA