|
Streetworks: inside outside Yokohama Streetworks began on the streets of Yokohama, Japan where Shaun Gladwell and Craig Walsh produced new work for Yokohama 2005: International Triennale of Contemporary Art. Subtitled Art Circus (Jumping from the Ordinary), the Triennale focused on work that presented everyday life as exceptional and at times even strange. Both Walsh and Gladwell have become known for their innovative use of video to explore the ways that people from different walks of life make use of public spaces. Each artist records familiar activities and when the documentation is shown in an art gallery these activities become remarkable. By concentrating on events that take place anywhere in the world, such as walking through a park or skate boarding, the works of Walsh and Gladwell cross national boundaries and cultures. Their audiences are provided with asense of being connected to a larger global picture where the mundane can be exceptional.
Craig Walsh Over a period of 15 years, Craig Walsh has developed a strong interest in ephemeral public art and works across a range of art forms including theatre, architecture, gallery exhibitions and festivals. Cross-reference, 35:27:02N/139:39:36E refers to the exact location where the work was produced and displayed. During the Yokohama Triennale audiences watched moving images of people in Yamishita Park, on the Yokohama water front, peering into a model of the warehouse in which the exhibition took place. These pictures were back-projected onto large screens built into the warehouse doors giving the impression of a real time connection between the art gallery audience and people strolling through the park. As this work tours south east Asia new audiences are able to experience something of the original work as they also connect with the audience in Yokohama. A surveillance camera inside the model records current viewers whose image is projected onto the gallery walls along with footage from Yokohama. Thus the scope of the original is extended to new countries and becomes a truly international experience. Shaun Gladwell Shaun Gladwell is a skilled painter and sculptor, however, he is best known for video works that explore personal history, memory, architecture and youth cultural activities such as skate boarding, break dancing or BMX biking. The notion of public space as it is seen in Gladwell’s videos is challenged and redefined as he films activities in places where such activities are not strictly legal. In other words he works in built up areas where activities popular among young people are discouraged. The spaces he uses are generic and recognizable almost anywhere in the world. They are often unattractive and uninviting, but they also have a desolate beauty. The work produced in Yokohama follows certain lines through city thoroughfares, marked and unmarked, imaginary and real. There is a heroic element to Gladwell’s videos as cool young people in fashionable clothes are recorded performing a department store, railway station or on the road. His distinctive videos transform everyday activity in familiar environments into extended moments of sublime beauty.
--------------------------------------------------------------------------------------- Yokohama luar dalam Shaun Gladwell Craig Walsh kurator: David Broker PRAKATA
Streetworks: inside outside Yokohama
Saya rasa, ‘rumah’ bersangkutan dengan geografi maupun gagasan secara sama kuatnya. Dan sering terpikir oleh saya, apakah sebetulnya kita semua tidak berada di ambang batas, mencoba meyeberangi jurang antara mengetahui dan mengalami. Perasaan dislokasi, pergeseran personal dan kultural ini, yang menandai abad keduapuluh satu, dapat dibicarakan dan dicari jalan keluarnya lewat seni dan seniman yang punya kemampuan menawarkan kepada kita parameter baru dengan sedikit mengubah konvensi dalam tradisi nasional dan kultural. Australia sudah menjalin percintaan dengan budaya-budaya Asia sekian dasawarsa lamanya. Telah kita saksikan ketertarikan yang kuat dan mendalam ini lewat berpuluh pameran, bienal, forum, buku, maupun artikel. Selama dua puluh tahun para seniman Australia, berbagai organisasi seperti Asialink dan perhelatan semacam Asia-Pacific Triennial of Contemporary Art dan Biennale of Sidney telah ikut meningkatkan interaksi antara seniman kontemporer Asia dan Australia. Di seluruh Asia, pameran penting seperti Echigo-Tsumari Art Triennial, Indian Triennial, Gwangju Biennale, Yokohama Triennial, Singapore Biennale dan Shanghai Biennale telah memberikan kesempatan lebih lanjut kepada seniman-seniman Australia untuk berinteraksi dengan seniman-seniman dan para kurator dari berbagai Negara Asia. Dengan dukungan Australia Council, Asialink secara khusus telah mendukung interaksi ini. Program-program Asialink meliputi pameran keliling, residensi di banyak negara Asia seperti Indonesia, Thailand, Vietnam dan India maupun bentuk-bentuk pertukaran budaya lainnya. Visual Art Boards di Australia Council telah membuka dan mengelola studio di Tokyo, Manila, dan Taipei, mengirimkan lebih dari 80 seniman Australia ke Asia dalam dua puluh tahun terakhir, dan mendukung banyak seniman dan pameran seni rupa berkeliling di berbagai Negara di Asia. Streetworks: inside outside Yokohama memberikan kesempatan kepada publik yang lebih luas untuk menyaksikan karya-karya dua seniman Australia, Shaun Gladwell dan Craig Walsh, yang dipamerkan pada Yokohama 2005 International Triennale of Contemporary Art. Kedua seniman ini telah banyak menggelar pameran yang sukses beberapa tahun terakhir ini, dan karya mereka membantu praktik media art Australia memperoleh pengakuan internasional. Pameran keliling Streetworks ini didukung oleh Australia Council, badan penasehat dan pendanaan kesenian Pemerintah Australia, maupun Strategi Seni Visual dan Kerajinan, suatu prakarsa dari Pemerintah Teritori, Negara Bagian, dan Federal Australia serta Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia melalui lembaga bernama Images of Australia Branch. Dengan seni rupa kontemporer, kita dapat mengeksplorasi aspirasi kita selaku masyarakat, tempat kita di dunia, dan nilai kita selaku individu. Saya berbahagia bahwa bantuan Pemerintah Australia untuk pameran ini akan makin mengambangkan cara-cara pendekatan baru dalam promosi internasional, pembelajaran dan pengkajian akademis, serta, yang terpenting, mengembangkan publik baru. Anna Waldmann Direktur Visual Arts Board Australia Council
Karya Jalanan – Yokohama Luar Dalam Di gelanggang seni rupa kontemporer Australia, Craig Walsh dan Shaun Gladwell boleh dikata tokoh istimewa. Berkarya seni rupa di negara yang relatif masih muda, di mana satu-satunya tradisi budaya yang terus berkesinambungan hanyalah budaya Aborigin, sementara mayoritas sejarah kebudayaan penduduknya berakar di tempat lain, kedua seniman ini toh sudah berhasil meraih reputasi internasional yang diperhitungkan. Reputasi ini didapatkannya meskipun pasar seni rupa dunia secara geografis begitu jauh. Meskipun dalam banyak hal, praktik kesenian mereka hanya memiliki sedikit persamaan, ada satu kemiripan yang penting: keduanya memanfaatkan jalanan atau ruang perkotaan secara umum sebagai lingkungan penciptaan banyak karya mereka. Dapat dikatakan bahwa justru segi inilah yang memungkinkan berbagai publik yang jauh dari Australia menyambut hangat dan menikmati himpunan karya mereka masing-masing. Meskipun galeri seni rupa konvensional, mulai dari lembaga tingkat nasional sampai ruang-ruang seni rupa, tetap menjadi tempat pameran yang penting bagi Gladwell dan Walsh, bagi kedua seniman ini, lembaga-lembaga yang berwatak demikian mungkin saja menjadi tak relevan dalam pengertian tertentu. Bertahun-tahun Walsh mencipta karya di bangunan-bangunan kosong dan telantar, parkiran mobil, gang-gang, toko-toko dan stasiun kereta api, berbulat tekad membawa karyanya ke bagian masyarakat yang umumnya mungkin tidak terlalu tertarik pada ranah budaya yang tinggi. Ia juga sudah menyusun cara efektif untuk mempertemukan publik galeri seni rupa dengan orang-orang di gedung teater, di pagelaran musik rock, atau yang sekadar sedang berjalan-jalan di lintasan di perkotaan tempat orang sering berlalu-lalang. Demikian juga karya video Gladwell yang tampak menerobos dan mempertautkan berbagai ekstremitas khalayak pemirsa yang khusus. Dokumentasinya tentang kegiatan subkultur populer seperti bermain papan luncur (skateboarding), tarian patah-patah (break dance), atau berakrobat dengan sepeda BMX di latar metropolitan yang sudah dikenal akrab, sama sekali bukan hanya representasi kegiatan remaja mengatasi kejenuhannya. Mata Gladwell yang begitu unik dan khas mengubah kegiatan sehari-hari di lingkungan yang teramat biasa menjadi rentangan momen-momen keindahan yang teramat berkesan dan menghanyutkan pemirsa. Pameran ini bermula di jalanan Yokohama, Jepang. Dalam kilas balik, tampak sangat masuk akal kalau para kurator Yokohama 2005 International Triennale of Contemporary Art (Trienal Internasional Seni Rupa Kontemporer Yokohama 2005) memilih Walsh dan Gladwell sebagai wakil Australia, dan meminta mereka membuat karya dalam masa empat minggu sampai dengan pembukaan perhelatan itu. Dengan subjudul Art Circus (Jumping from the Ordinary) [Sirkus Seni Rupa (Melompat dari Yang Sudah Biasa)], Trienal memusatkan pada karya-karya yang menyuguhkan kegiatan yang lumrah dengan cara tertentu yang menyebabkan saat kejadian sangat biasa menjadi istimewa dan terkadang bahkan aneh. Trienal menghimpun sekitar 85 perupa dari segala penjuru dunia yang, dengan karya mereka, melontarkan pernyataan meyakinkan bahwa dalam hidup sehari-hari ada lebih banyak hal ketimbang yang tertangkap mata. Dalam karya Walsh, kegiatan-kegiatan publik yang rutin dalam konteks karya seni rupa menjadi menarik dan patut diperhatikan. Kebalikannya, subyek-subyek Gladwell yang terlihat melakukan aksi-aksi flamboyan bagai dalam pertunjukan, sebetulnya adalah para protagonis muda penuh gairah yang juga hanya sedang melakukan kegiatan harian mereka belaka. Dengan berkarya di suatu kota besar di Jepang, mengerjakan apa yang kiranya juga akan mereka lakukan di Australia, segera menjadi jelas bahwa karya kedua seniman ini bukan sesuatu yang khas pada budaya tertentu saja. Justru di sini letak rahasia keterjangkauan atau ‘kekomunikatifan’ karya-karya itu. Jika banyak seniman barangkali merasa perlu menciptakan publik, Gladwell dan Walsh telah memastikan, dengan cara berlainan, bahwa publik berperan sangat penting dalam hasil akhir karya mereka dan merupakan bagian dari hasil akhir itu. Dengan perjalanan karier yang sudah hampir 15 tahun, karya Craig Walsh hampir selalu melibatkan satu komponen publik, meskipun karya itu adalah bagian dari suatu program galeri. Mulai awal 1990-an, Walsh telah berkarya membuat instalasi publik sesaat, dan cukup banyak dari karyanya hanya tersimpan dalam bentuk dokumentasi. Dalam Self Promotion tour (1997), Walsh mengeksplorasi kesulitan-kesulitan dalam berkarya seperti itu dengan mengirimkan dua kontainer berisi informasi mengenai praktik itu ke galeri-galeri seantero Australia. Di Institute of Modern Art di Brisbane, Experimental Art Foundation di Adelaide, Artspace di Sidney, dan Grand Central Art di Melbourne, karyanya sering menghuni ‘jendela yang menghadap ke jalan’, yaitu zona antara galeri dan jalan. Pada tahun itu pula, Walsh membuat karya yang mencangkokkan tradisi karya-dinding-berbingkai pada ruang yang digunakan oleh publik yang hanya singgah sesaat. The Brunswick Street Collection (1997), yang terdiri atas sejumlah cermin lebar berbingkai yang digantung di tembok stasiun kereta api Brunswick Street di Brisbane, memantulkan bayangan orang-orang yang pulang pergi yang berada di emplasemen. Karya ini secara efektif melibatkan penontonnya sebagai komponen utama, sementara secara aktif melibatkan orang banyak di dalam suatu karya yang juga mengandung unsur anjungan ‘rumah aneka cermin’ di pasar malam (hall of mirrors). Gagasan tentang penonton sebagai medium diteruskan dan diperluas pada tahun 1999 dengan karya In Perspective di Queensland Art Gallery, di mana mata orang yang mengintip ke dalam sebuah miniatur galeri tersebut diproyeksikan ke dinding-dinding galeri itu sendiri. Sepanjang dasawarsa 90an, Walsh juga mengembangkan karier yang sejajar di kancah festival musik dan di komunitas budaya. Proyeksi wajah-wajah manusianya ke pohon-pohon yang memang sudah ada menjadi tambahan yang popular untuk acara hiburan pada festival tahunan Woodford Folk Festival di dekat Brisbane, Queensland. Dan sekitar enam tahun kemudian karya-karya itu disampaikan kepada publik yang lebih luas pada saat festival musik dunia Womadelaide yang terkenal di Adelaide, Australia Selatan. Secara bersamaan, publiknya yang semakin meluas meliputi para penggemar musik rock di festival Livid dan festival Big Day Out di Brisbane, Sydney, dan Melbourne. Pada perhelatan-perhelatan itu, Walsh seringkali menyelenggarakan program-program seni visual yang disesuaikan dengan suasana festival, memberi para seniman kesempatan memamerkan karya kepada publik luas yang tertawan, jauh berbeda dengan lingkungan museum tradisional yang mirip mausoleum. Untuk Adelaide Biennial of Australian Art dalam Adelaide Festival of Art 2004, Walsh memadukan kedua elemen kehidupan profesionalnya itu dengan dua publik pemirsa yang begitu berbeda untuk karya bertajuk Cross-Reference. Di Art Gallery of South Australia, publik menonton penggalan gambar para penggemar pada acara Big Day Out 2003/04 Gold Day yang diambil dengan kamera penyelia waktu mereka itu mengintip ke dalam kotak berisi miniatur sebuah galeri seni rupa. Gambar ini diproyeksikan dari belakang ke layar yang digantung di pintu galeri yang memang sudah ada. Lewat pintu yang dibuka setengah inilah, yang ditempatkan di antara karya-karya lain di dinding-dinding galeri itu, Walsh menciptakan ilusi pertemuan antara dua publik yang terkunci dalam pengamatan timbal-balik. Pada 2001, dalam program residensi Asialink di Hanoi, Vietnam, Walsh tertantang oleh kemungkinan menciptakan karya untuk publik yang tidak mengenalnya atau praktik seninya yang khusus ini. Blurring the Boundaries mencoba mencampur-adukkan antara seni rupa dan arsitektur, lingkungan alami dan lingkungan buatan, dengan proyeksi gambar yang menciptakan ilusi suatu rumah makan yang terisi air. Karya ini, yang hanya dapat dilihat dari arah jalan yang sibuk, mencengangkan orang yang memandangnya: suatu ruang arsitektur yang sudah mereka kenal akrab berubah penampilan menjadi akuarium, lengkap dengan ikannya. Di suatu lingkungan di mana masyarakat tidak lazim melakukan jenis intervensi demikian, Walsh sukses menerobosi sekat-sekat kebudayaan yang sebelumnya memandang bahwa karyanya adalah sebatas manipulasi skala dan subversi fungsi arsitektural. Dengan kata lain, ia berhasil mentransformasikan sebuah pengalaman yang sudah biasa dan akrab menjadi sesuatu yang luar biasa. Yokohama Triennale mengambil tempat di dua gudang yang telah dialih-fungsikan di Dermaga Yamashita, bagian dari pelabuhan Yokohama. Miniatur yang digunakan dalam Streetworks sebetulnya adalah salah satu dari kedua gudang itu, dan menandai lompatan cukup besar dalam kecanggihan miniatur ‘galeri’ Walsh. Dibuat di Australia berdasarkan skala yang tepat dan kemudian diangkut ke Jepang, miniatur itu ditempatkan di Taman Yamashita di tepian perairan Yokohama, suatu kawasan yang banyak dikunjungi wisatawan yang ingin ketenangan atau ingin bersendiri. Judul karya itu, Cross-reference, 35:27:02N/ 139:39:36E, merujuk pada lokasi tempat karya itu dipajang. Karya ini berupaya membuat hubungan antara kegunaan awal gudang tersebut dan peran barunya sebagai galeri seni rupa yang memamerkan karya-karya seniman dari segala penjuru dunia. Selama berlangsungnya pameran di gudang/galeri itu, pengunjung melihat gambar-gambar bergerak dari orang-orang di Taman Yamashita yang sedang mengintip ke dalam miniatur bangunan itu. Gambar-gambar ini diproyeksikan kembali ke layar-layar yang ditempatkan berdekatan dengan pintu-pintu galeri, sehingga terkesan ada hubungan waktu yang bersamaan antara orang-orang yang berada di dua lokasi itu. Sebuah monitor yang ditempatkan di antara kedua jalan masuk memperlihatkan orang-orang di taman sedang berjalan menuju ke miniatur itu, sehingga pengunjung galeri mengetahui apa yang sedang terjadi. Dengan jaringan rumit teknologi yang saling terkait ini, Walsh menciptakan sensasi pertemuan yang rumit dan berlapis-lapis antara pengunjung pameran dan orang-orang di dermaga, yang keterlibatannya dalam wujud akhir karya itu tidak terjadi bersamaan. Bagi pengunjung pameran yang berada di dalam galeri, ini menimbulkan perasaan sedang diawasi, ditonton. Ketika karya ini dipamerkan keliling, terbuka peluang bagi publik-publik baru untuk ikut mengalami sebagian dari karya aslinya, karena mereka pun terhubung dengan khalayak di Yokohama. Sebuah kamera penyelia di dalam miniatur itu merekam para penonton yang citranya diproyeksikan ke dinding-dinding galeri bersama penggalan-penggalan rekaman gambar dari Yokohama. Maka lingkup karya yang asli diperluas ke negara-negara lain dan menjadi pengalaman internasional yang sebenar-benarnya. Dalam karya-karya video Shaun Gladwell, khalayak penonton seringkali tidak ada dan, kalau pun ada, agak tidak relevan. Kalau pun ada orang, mereka cenderung tidak memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekitar mereka. Banyak dari karya-karya Gladwell menggunakan lanskap perkotaan yang hampa atau tandus dengan wujud-wujud arsitekturalnya yang kejang dan kersang menjadi lingkungan tempat berlangsungnya pergelaran aksi manusia yang energetik. Inilah wilayah tempat bocah-bocah bermain bersama, dan selama bertahun-tahun aneka subkultur anak muda berkumpul di ruang-ruang publik yang tidak sering dikunjungi orang dewasa atau tokoh-tokoh yang punya kuasa dan wibawa. Inilah ruang-ruang metropolitan umum yang dapat dikenali hampir di seluruh penjuru dunia: tidak menarik dan tidak mengundang dengan aroma risiko dan bahayanya, meskipun seringkali punya keindahan yang terpencil. Pangkalan pompa bensin yang kosong, stasiun kereta, gerbong-gerbong di malam hari, jalanan kota dan pusat perbelanjaan adalah panggung tarian patah-patah (break dance), papan seluncur (skateboard), dan akrobat sepeda BMX. Dalam karya-karya Gladwell, ruang-ruang itu dihidupkan oleh pergelaran aksi dan, karena kenetralannya, ruang-ruang tersebut hingga batas tertentu justru tampak menghidupkan pergelaran itu. – Storm Sequence (2000) dapatlah dikatakan sebagai karya tonggak Gladwell yang mempengaruhi karya-karya berikutnya. Dalam karya ini, kita lihat senimannya sendiri beraksi dengan papan luncur dalam gaya bebas di bibir pantai Bondi yang menjadi ikon kota Sydney. Tampaknya tak seorang pun berada di pantai atau di jalan pada hari itu, dan selagi kita saksikan Gladwell beraksi, badai yang sedang menghimpun tenaga, yang tidak dia gubris, bergerak mendekat dari laut yang bergolak. Barangkali mengingatkan kepada para maestro Romantikisme yang memperhadapkan manusia dengan gambaran menggentarkan tentang alam. Gladwell memang pahlawan romantik tulen. Ketakacuhannya yang solipsistik terhadap badai yang mengancam itu mengutamakan indera di atas akal, emosi di atas nalar. Dan entah disengaja atau tidak, badai itu tampak menjadi metafor kemelut remaja, yang berbagai kegiatannya sebagai pengobat kejenuhan dapat dipandang sebagai bentuk pelampiasan. Memusatkan perhatian pada petualangan dan pembangkangan anak muda perkotaan dalam bentuk kegiatan fisik di luar ruang (yang acapkali ekstrem), Gladwell menggambarkan kegiatan papan luncur di jalanan sebagai “suatu aliran yang merekam wujud-wujud arsitektural” yang “merupakan butir konflik terbesar dengan aparat keamanan dan pemilik properti”. Meskipun ‘ruang publik’ dapat saja memberikan konteks untuk para penggelar aksi dalam karya Gladwell, selalu tersirat pengertian bahwa anak-anak muda itu sebenarnya tidak boleh di sana. Gelagat ketidak-legalan atau pelanggaran wilayah menambah suasana ancaman dalam setiap karya. Senimannya sendiri berayun dengan bertumpu pada pegangan sebuah gerbong di suatu malam larut dalam karya Tangara (2003), sebuah mobil polisi melintas di dekat seorang penggelar capoiera (seni bela diri Brazil) di sebuah pom bensin kosong di kota Sydney dalam Woolloomooloo Night (2004), sedangkan dalam Hiraku Sequences (2001) seorang pesepeda BMX nyelonong masuk ke rumah makan cepat saji, melakukan wheelie (menaikkan roda depan sepeda – yang berjalan atau berhenti – dan menjaga keseimbangan dengan bertumpu pada roda belakang), lalu balik ke jalanan. Dalam dunia Gladwell yang introspektif ini serasa tak seorang pun tahu atau melihat. Justru, gagasan tentang ruang publik itulah – sebagaimana yang tampak dalam karya video Gladwell – digugat dan didefinisikan-ulang selagi soal kepatutan lokasi menambahkan daya tarik yang meresahkan pada setiap karya. Pada ‘butir konflik’ yang telah disebut di depan inilah berkembang ketegangan karena adanya kesadaran bahwa sementara kegiatan tertentu bertentangan dengan kegunaan suatu ruang menurut tujuan pembuatannya, justru di ruang itulah kegiatan tertentu menjadi populer. Karya yang diciptakan di Yokohama mengikuti jalur-jalur lintasan tertentu, yang bermarka maupun tanpa marka, yang imajiner maupun yang nyata: jalanan kota. Sebuah toserba ultramoderen menjadi latar kejadian untuk karya Yokohama Untitled (2005) selagi kamera Gladwell menguntit seorang pelaku break dance di sepanjang trotoar marmer yang seolah tak berujung. Dengan iringan latar belakang musik toserba dan berpakaian celana model longgar hitam, singlet hitam, ikat lengan hitam, ikat kepala dan sepatu Adidas, penari patah-patah (break dance) ini berkali-kali berhenti dan melakukan serangkaian langkah tari yang riuh penuh energi namun elegan. Para pembelanja melintas melewati penari itu dalam gerak lambat, seperti yang selalu terjadi, kelihatan tak menyadari atau tidak tertarik pada peragaan spektakuler gairah dan tenaga remaja yang impulsif tetapi sekaligus sepenuhnya terkendali. Karya ini sarat dengan paradoks, karena fokusnya ialah semacam tindakan melanggar aturan secara spontan dan penuh tenaga namun sekaligus sangat halus. Ketika aksi itu bergerak ke stasiun kereta api yang hanya mencolok dengan kegersangannya yang tandus, toserba mengingatkan pemirsa bahwa budaya remaja dengan segala pemberontakannya itu digerakkan oleh sifat konsumerisme. Berpakaian lebih santai dan biasa, penari kedua mengikuti garis yang lebih jelas pada lantai keramik suatu stasiun kereta api. Dengan pengendalian diri seorang pesenam, sang protagonis baru ini tampak mematuhi tuntunan arsitektur ruang. Aksinya berlangsung di luar hitungan waktu dan berakhir terbuka, selagi ia mengikuti suatu garis ‘tak berhingga’ yang raib di kejauhan. ‘Tokoh-tokoh’ Gladwell malang-melintang di segala sudut kota, memanfaatkan arsitektur untuk kepentingan aksi-aksi mereka, dan tanpa beban apa pun mereka menggugat aturan serta konvensi tentang ruang. Pendek kata, mereka tenang-tenang saja. Bunyi roda menggelinding di atas aspal menjadi ilustrasi yang efektif untuk karya berjudul Yokohama Linework di mana Gladwell sendiri turun ke jalan. Tanah mengabur dan benda-benda di tepi jalan mengelebat lewat menciptakan kesan kecepatan dan memperkuat unsur risiko yang selalu ada. Kameranya gemetaran ketika terfokuskan pada sepatu si peseluncur dan selalu bermaksud menunjukkan ketrampilan yang dielu-elukan, Gladwell menunjukkan dengan rinci pertautan tak terpisahkan antara peluncur, papan luncur, dan jalan. Mengikuti marka jalan dengan cukup mantap, ia mensubversi kegunaan marka jalan demi kepentingan permainannya. Dalam banyak hal karya-karya kedua seniman ini lebih banyak miripnya dengan sinema daripada dengan kebanyakan karya seni rupa yang kita lihat di galeri-galeri dewasa ini. Mengingatkan pada aliran film New Wave Prancis dari kurun 1950an dan 1960an, Gladwell dan Walsh telah menggunakan secara efektif kiat-kiat dan sarana yang mirip dengan yang digunakan seniman film seperti Jean Luc Godard, Claude Charbol dan Françoise Tuffaut yang juga menonjol dengan ikonoklasme mereka yang segar penuh tenaga. Pengeditan yang bebas, kalaulah ada pengeditan, ambilan jauh, penggunaan real time, representasi linear kronologis yang panjang, dan awal serta akhir terbuka, membuat pemirsa lebih merasakan suasana pengalaman aktual, verité. Kiat-kiat seperti itulah yang menciptakan daya tarik dan memberikan keasyikan, membebaskan ruang di mana hal-hal dapat terjadi dengan spontan dan tak terduga, tetapi penting diingat bahwa pada akhirnya kebanyakan publik pemirsa akan berjumpa dengan karya-karya ini di galeri. Mereka akan melihat karya-karya itu dan mencerapnya dalam konteks karya-karya seni lain, lukisan, patung, fotografi dan instalasi. Menyadari hal ini, Gladwell dan Wash membuat karya yang ‘mengaburkan batas’, karya yang secara elegan mereka tegakkan di antara akal-akalan cerdik pergelaran dan realitas dokumentasi, budaya populer dan budaya ‘tinggi’, dan tentu saja antara galeri dan jalanan.
David Broker Direktur Canberra Contemporary Art Space BIOGRAFI Shaun Gladwell secara kritis menggarap sejarah dan ingatan personal, serta fenomena budaya kontemporer melalui pertunjukan, video, lukisan, dan patung. Ia menamatkan program Associate Research di Goldsmith College, University of London di 2001, dan sejak itu, ia telah melakukan banyak residensi dan membuat karya pesanan. Karyanya telah dipamerkan dalam banyak pameran nasional dan internasional, antara lain The Mind is a Horse, Bloomberg Space, London (2001) dan, yang paling mutakhir, dalam Yokohama 2005 Triennale of Contemporary Art: Art Circus (Jumping from the Ordinary), Jepang; First We Take Museums, KIASMA, Finlandia; dan Space Invaders, Museum Kunsthaus, Basseland, Swiss. Di 2006 Shaun ikut dalam 27th Bienal de Sao Paulo, How to Live Together, dengan kurator Lisette Lagnado (Oktober-Desember 2006), dan Busan Biennale 2006: Everywhere dengan kurator Manu Park, di Busan Museum of Modern Art, Busan, Korea Selatan (September 2006). Shaun Gladwell diwakili oleh Sherman Galleries dari Sydney-Australia. Craig Walsh tinggal di Brisbane dan meraih gelar S-1 (bidang studi Seni Rupa) di Queensland College of Art, Griffith University, tahun 1992. Ia telah memamerkan karyanya di seluruh Australia dan secara internasional dalam berbagai pameran seperti Yokohama 2005 Triennale of Contemporary Art dan Havana Biennale 2003 serta Adelaide Biennial of Australian Art 2004. Craig mengembangkan minat kuat pada seni rupa publik sesaat dan karya-karya yang meliputi berbagai bentuk seni termasuk teater, arsitektur, pameran di galeri dan festival. Dia baru saja merancang proyeksi visual untuk adaptasi panggung dari novel Johnno karya David Malouf yang ditampilkan perdana pada 2006 Brisbane Festival dan baru-baru ini dipamerkan di Tokyo Wondersite. Craig juga telah menerima kesempatan residensi studio di New York dari Australia Council selama tahun 2007. David Broker adalah penulis, kurator dan Direktur Canberra Contemporary Art Space. Di 2004, ia merupakan koordinator Institute of Modern Art/Ssamziespace International Residency Exchange Project di Brisbane dan Seoul. Ia kurator Primavera 2002 di Sydney’s Museum of Contemporary Art dan ko-kurator untuk komponen pameran pada QPACIfika di Queensland College of the Arts, Griffith University di 2005. David Broker ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tania Doropoulos dari Sherman Galleries, Sydney, Australia. |
|
|
||
JakArt secretariat:
Jln. Lebak Bulus II / 20 A, Cilandak – Jakarta 12430, INDONESIA |